Barru, 17 Februari 2025 – Sidang kasus penipuan travel haji plus PT. Al-Hijrah Nurul Jannah kembali memunculkan kekecewaan mendalam dari korban setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan tuntutan yang dianggap sangat ringan. Dalam sidang yang berlangsung pada Senin, 17 Februari 2025, tuntutan JPU terhadap Direktur Utama PT. Al-Hijrah Nurul Jannah hanya mencakup hukuman satu tahun lima bulan penjara. Para korban yang berjumlah 41 jamaah haji merasa sangat kecewa karena tuntutan tersebut dinilai tidak sebanding dengan kerugian yang mereka alami.
Yang semakin memperburuk suasana adalah kenyataan bahwa bukti rekaman yang mengungkap upaya suap terhadap hakim tidak dimasukkan dalam pertimbangan tuntutan.
Dalam rekaman yang diputar di persidangan sebelumnya, suami terdakwa terlihat jelas berbicara dengan seorang perantara untuk memberikan uang pelicin kepada hakim. Tujuan dari tindakan tersebut adalah agar tuntutan terhadap terdakwa bisa diringankan atau bahkan memperoleh vonis bebas. Bukti tersebut menunjukkan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam jalannya persidangan, namun sayangnya tidak dimasukkan dalam tuntutan JPU,ujar salah satu korban jamaah
Meski demikian, sejumlah fakta persidangan yang menguatkan dakwaan penipuan terbukti dengan jelas. Para korban yang telah menanggung kerugian finansial dan emosional akibat janji perusahaan untuk memberangkatkan mereka haji, merasa tidak mendapatkan keadilan yang layak. Kerugian material yang mereka alami dianggap jauh lebih besar dari hukuman yang dijatuhkan oleh hakim.
Sidang yang berlangsung pada 17 Februari 2025 akhirnya ditunda dan dijadwalkan akan dilanjutkan pada 19 Februari 2025. Penundaan ini diberikan untuk memberi kesempatan kepada pengacara terdakwa mempelajari tuntutan pembelaan yang telah dijatuhkan oleh Hakim. Meskipun proses hukum berjalan dengan lambat, para korban berharap agar sidang selanjutnya dapat menghasilkan keputusan yang adil dan sesuai dengan fakta-fakta yang telah terungkap di pengadilan.
Pihak korban berharap agar proses persidangan dapat berjalan transparan dan bahwa bukti-bukti penting, termasuk rekaman percakapan yang memperlihatkan rencana suap, dapat diakomodasi dalam pertimbangan hukuman yang lebih berat. Keputusan yang tidak memadai dalam memberikan hukuman yang setimpal bagi terdakwa justru memperburuk rasa kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan.
Para korban masih berharap agar hakim dapat mempertimbangkan semua bukti yang ada dan memberikan vonis yang sebanding dengan kerugian yang mereka alami. Proses hukum ini, yang telah berjalan cukup lama, kini menjadi sorotan banyak pihak yang berharap agar keadilan benar-benar ditegakkan.
Sidang selanjutnya diharapkan dapat memberikan pencerahan baru bagi semua pihak, dengan keputusan yang memberikan rasa keadilan kepada korban yang sudah lama menunggu kepastian hukum.